Sabtu, 22 Oktober 2011

berat jenis,kekentalan, dan tegangan permukaan

http://www.divshare.com/download/16007216-1dd
»» READMORE...

hama dan penyakit

http://www.divshare.com/download/16007023-9d9
»» READMORE...

Jumat, 21 Oktober 2011

TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN BERSIRIP
Diktat Kuliah Semester III/TAK/2010-2011
I.  Pendahuluan
Usaha penangkapan ikan dari laut maupun dari perairan umum air tawar, telah menyebabkan menurunnya populasi ikan yang dikuatirkan cenderung semakin menurun. Sehingga budidaya perikanan sangat penting dilakukan untuk meningkatkan produksi perikanan dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan sumber protein hewani yang semakin bertambah. Selain untuk meningkatkan produksi, beberapa ikan tertentu dari perairan umum ada yang telah menunjukkan gejala terancam punah yang antata lain akibat penangkapan ikan yang terlalu banyak (over fishing). Jenis tertentu yang terancam punah itu harus diupayakan pembudidayaannya, terutama mengusahakan pembiakannya atau pembenihan secara buatan dan terkontrol. Oleh karena itu, kegiatan pembenihan sangat perlu dikembangkan dalam rangka meningkatkan produksi benih untuk keperluan budidaya secara cukup dan berkesinambungan serta untuk menjaga kelestarian populasinya.

II.   Teknologi Pembenihan Ikan Bersirip:

Kegiatan-kegiatan Pembenihan meliputi :
  1. Seleksi induk, pemeliharaan dan penanganan calon induk ikan sampai matang gonod dan siap untuk dipijahkan.
  2. Mengadakan pemijahan ikan di dalam kolam pemeliharaan secara terkontrol, baik dengan rangsangan/suntikan hormon maupun hanya dengan cara menipulasi lingkungan sedemikian rupa sehingga ikan-ikan mau/dapat memijah didalam kolam/bak pemeliharaan secara terkontrol.
Sementara orang menganggap bahwa “pemijahan ikan secara buatan” itu selalu dengan injeksi hormon. Sebenarnya, pemijahan di dalam kolam/bak yang diatur oleh manusia dengan cara meyiapkan/mengadakan tempat bertelur (sarang/kakaban), supaya ikan menjadi terangsang untuk memijah ; kegiatan seperti itu juga termasuk pembiakan buatan, karena terjadi diluar lingkungan alamiahnya.
  1. Mengadakan fertilisasi buatan dengan cara stripping yaitu mengurut perut ikan betina dan jantan, menampung/mencampur telur dan sperma di dalam suatu wadah, supaya terjadi pembuahan telur dalam wadah tersebut.
  2. Mengumpulkan telur  yang telah dibuahi tersebut di dalam tempat penetasan yang khusus dan terkontrol, agar supaya telur dapat menetas dengan derajat penetasan setinggi mungkin, karena di tempat terkontrol itu sifat-sifat kimia dan fisika airnya serba terkendali sesuai dengan kebutuhan telur untuk menetas (kadar oksigen tinggi, air jernih, bebas pencemaran, sinar tidak terlalu kuat, suhu stabil antara 25 – 29˚C dan bebas dari hama/penyakit yang mengganggu).
  3. Memelihara larva yang baru menetas dan keadaannya masih lemah dan belum sempurna itu, agar selalu memperoleh oksigen cukup, airnya bersih/jernih, suhu stabil terlindung dari sinar matahari yang kuat, bebas polusi dan hama penyakit.
  4. Menyediakan pakan yang memenuhi syarat (kualitas dan kuantitasnya) sehingga burayak (post larva) ikan dapat menangkap dan menelan pakan yang tersedia. Di dalam praktek sering terjadi larva banyak mati ketika kantong kuning telurnya habis terserap, larva itu mulai makan, tetapi pakan tidak memenuhi syarat (urutan pakan harus cukup kecil agar dapat ditangkap oleh larva ikan yang masih lemah geraknya), sehingga larva ikan banyak mati kelaparan. Inilah masa krisis bagi benih ikan. Disaat ini peternak ikan harus memelihara benih ikan secara lebih cermat.
  5. Memelihara benih kebul (yang ukurannya masih kecil) di dalam bak kolam pendederan yang kualitas airnya terkendali, cukup pakan yang memenuhi syarat dalam kualitas dan kuantitas untuk pertumbuhan anak ikan, bebas dari serangan hama penyakit, sehingga dapat dihasilkan benih ikan dalam ukuran gelondongan (fingerling) yang cocok untuk ditebarkan/dipelihara di kolam atau yang sesuai dengan permintaan/kebutuhan petani yang akan membesarkan benih itu lebih lanjut.
Aspek biologi ikan yang perlu dipelajari ialah :
1.     Pengenalan jenis ikan, menurut sistematika zoologi. Tanda-tanda pengenalan jenis harus dicocokkan dengan anatomi dan morfologi dari sesuatu jenis ikan yang hendak dibudidayakan itu, agar nama jenis (spesies) nya tidak salah. Disusul dengan pembedaan ikan jantan dan betinanya. Kesalahan dalam membedakan jenis kelamin dalam suatu spesies, akan menyebabkan kegagalan dalam perkawinannya kelak.
2.    Daur (siklus) hidup. Seorang peternak ikan harus berusaha untuk mengetahui bagaimana daur hidup spesies ikan yang diternakannya. Bagaimana daur hidup jenis ikan itu terjadi di alam aslinya. Kemudian bagaimana cara pembiakan didalam lingkungan pemeliharaan. Tahapan (stadia) kehidupan ikan pada umumnya, adalah :
Ø  Tahapan telur yang telah dibuahi. Di daerah beriklim tropika seperti di Indonesia dimana suhu rata2 berkisar antara 25–30 º C, telur ikan menetas dalam waktu 24–48 jam (semakin tinggi suhu semakin cepat menetas).
Ø  Larva (burayak) ialah anak ikan yang baru menetas dari telur. Masih menyerap kuning telurnya, belum dapat mengambil pakan dari luar. Bentuk dan organ tubuhnya belum sempuna. Insang, alat pencernaan dan gelembung renangnya belum berfungsi dan belum dapat berenang. Waktu lamanya sampai habis kuning telurnya terserap dan saat metamorfosa menjadi bentuk pasca larva, tergantung dari suhu air dan speciesnya. Untuk iklim tropika pada umumnya dengan suhu air 25 – 30 o C masa larva berlangsung selama 24  - 40 jam. Hal itu harus dipelajari karena untuk berbagai species ikan sifat-sifatnya berbeda. Jadi memerlukan penanganan yang berbeda pula.
Ø  Pasca larva, disebut burayak yakni anak ikan yang telah melampaui masa larva, dimana organ-organ tubuh anak ikan tersebut telah sempurna. Pada tahap ini anak ikan telah dapat makan, bernafas dengan insang dan dapat berenang dengan baik. Pada awal-awal peralihan dari stadia larva, pasca larva (burayak) ini umumnya mendapat kesulitan dalam mencari dan menelan pakannya karena gerakan renangnya masih lemah, dan bukaan mulutnya masih amat kecil. Pada hari ke 1–4 haruslah disediakan pakan yang butirnya kecil sesuai dengan bukaan mulutnya. Pakan harus mengandung gizi yang sempurna karena amat diperlukan untuk pertumbuhan awal. Untuk itu pakan yang baik adalah pakan alami yaitu binatang Protozoa dan Rotifera dengan ukuran  2 – 5 mikron. Binatang Protozoa dan Rotifera yakni zooplankton yang sangat kecil tersebut harus dikultur secara khusus untuk keperluan pakan burayak. Apabila pakan buatan perlu diberikan, biasanya diberi pakan buatan berupa kuning telur ayam yang sudah direbus dan dibuat suspensi. Tetapi suspensi kuning telur ini cepat menyebabkan airnya menjadi busuk, karena itu air pemeliharaan harus segera diganti setiap kali habis diberi pakan. Pakan buatan yang lebih baik untuk burayak adalah berupa mikropelet yang dibuat khusus untuk post larva ikan dan udang, dengan komposisi yang ideal. Harganya cukup mahal, sehingga tidak dianjurkan jika harga ikannya sendiri murah. Walaupun banyak pakan alami tersedia dalam kolam , jika ukurannya terlalu besar, burayak ikan tidak dapat menangkap dan menelannya, akhirnya menyebabkan kematian. Begitupula jika zooplankton gerakannya terlalu cepat, sedang anak ikan masih lemah, maka tidak dapat menangkap zooplankton tersebut.
Ø  Tahap Yuwana (Juvenile). Post larva akan tumbuh relatif cepat menjadi benih ikan ukuran 3 – 5 cm, 6 – 8 cm, 10 – 15 cm yang disebut secara umum (dalam teknik budidaya perikanan) sebagai benih ukuran gelondongan yang dibedakan pula menjadi gelondongan kecil – sedang – besar. Anak ikan ukuran gelondongan besar menurut ilmu biologi disebut tahap Yuwana, yaitu ikan muda yang baru mulai atau belum berkembang organ seksualnya.
Ø  Tahap dewasa, yaitu ikan yang organ seksualnya telah tumbuh dengan sempurna. Pada species tertentu organ seks sekunder (organ seks yang tampak dari luar) tampak jelas, tetapi adapula species ikan yang tidak menampakkan organ seks sekunder dengan jelas, sehingga tidak mudah membedakan jenis jantan dan betinanya. Misalnya ikan discus, bandeng, dan lain-lain. Umur ikan yang telah mencapai dewasa dan ukuran besarnya ketika dewasa berbeda pada berbagai species. Ada ikan yang tidak dapat besar namun telah dewasa dan bertelur ketika ukurannya masih kecil dan berumur beberapa bulan saja. Misalnya ikan mujair, ikan seribu dan banyak jenis ikan hias yang kecil-kecil.
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah :
Ø  Lingkungan Hidup (habitat) yang cocok untuk setiap stadia hidup ikan. Lingkungan yang bagaimana cocok untuk kehidupan ikan dewasa, bagaimana lingkungan (habitat) untuk bertelur, dilanjutkan dengan perkembangbiakan larva, pembesaran benihnya sampai menjadi dewasa.
Ø  Hama dan penyakitnya, agar supaya hal-hal yang membahayakan kehidupan ikan yang diternakkan itu dapat ditanggulangi.
Ø  Perkembangan kedewasaan kelamin benih kecil/yuwana ikan terjadi dalam 5 tahapan yaitu :
1.     Dara (immature), gonada telah jelas berbentuk kelamin jantan disebut “testes” dan betina disebut “ovarium”.
2.    Dara berkembang atau Pra-dewasa (developing), dimana testes atau ovarium sedang berkembang menuju kepada pembentukan produk seksual yaitu sperma dan/atau telur.
3.    Dewasa atau mulai matang (maturing), dimana di dalam testes atau ovariumnya telah terbentuk sel-sel sperma atau sel telur pada tingkat sempurna (dormant, fase istirahat atau disebut juga tahap/fase matang gonad.
4.    Matang (mature), dimana sperma dan/atau sel telur didalam testes atau ovariumnya telah dalam keadaan bersiap untuk memijah (ovulasi).
5.    Salin (spent), yaitu keadaan ovarium atau testes yang kosong karena telah selesai memijah.
Ø  Perkembangan sel telur dan sperma ikan.
Perkembangan telur di dalam ovarium berlangsung melalui beberapa stadia sebagai berikut :
Stadia 1  : Bakal sel telur yang masih kecil disebut ovogonium (archovogonium). Ukuran sel sama kecil dengan sel-sel tubuh lainnya (8 – 12 µ). Sel ini memperbanyak diri dengan pembelahan mitosis.
Stadia 2  : Sel telur tersebut tumbuh menjadi ukuran 12-20µ dan folikel mulai terbentuk disekeliling sel telur. Folikel tersebut fungsinya memberi makanan dan melindungi telur yang sedang berkembang itu, sehingga diniding sel telur tampak rangkap.
Stadia 3  : Pada stadia ini sel telur tumbuh menjadi lebih besar lagi sampai sebesar 40-200µ dan tertutup di dalam follikel.
Stadia 1, 2 dan 3 ini merupakan tahapan sebelum pengumpulan makanan (nutrient) di dalam telur itu (tahap pre-vitellogenesis).
 Stadia 4 : Pada stadia ini dimulai pembentukan dan pengumpulan kuning telur (yolk) yang disebut proses “vitellogenesis”. Sel telur trus tumbuh menjadi berukuran 200 – 350µ. Di dalam sitoplasmanya terkumpul butir-butir lemak (lipoid).
Stadia 5  : Menandai fase ke 2 dar vitellogenesis. Sitoplasma sekarang penuh dengan butir-butir lipoid dan mulailah pembentukan kuning telur. Ukuran sel telur menjadi 350-500μ.
Stadia 6  :    Ini merupakan fase ketiga dari proses vitellogenesis, dimana lempeng-lempeng kuning telur mendesak butir-butir lipoid ke tepi sel, sehigga terbentuk dua buah cincin. Nukleoli yang berperan dalam pembentukan protein da pengumpulan makanan terlihat menempel pada dinding/membren nukleus. Ukuran telur sekarang 600 – 900μ
Stadia 7  : Proses vitellogenesis selesai, telur menjadi berukuran 900-1000µ. Ketika pengumpulan kuning telur berakhir, nucleoli tertarik ke dalam pusat nucleus. Mikropil (yaitu lubang kecil pada dinding sel telur, sebagai jalan masuk bagi sperma) terbentuk pada stadia ini.
 Stadia 4,5,6 dan 7 disebut stadia vitellogenesis, terbentuk kuning telur yang berkumpul di dalam sel telur itu. Telur ini sekarang secara material telah lengkap. Untuk sampai pada stadia ini, ikan betina memerlukan makanan yang banyak mengandung protein serta suhu lingkingan pada kisaran yang cocok.
Setelah selesainya stadia 7 itu, telur tetap pada keadaan ini untuk  waktu beberapa bulan tanpa perubahan, dan disebut fase “dormant” atau “istirahat” atau dikenal sebagai telur matang gonad.
Fase dormant ini akan berakhir dan terjadilah ovulasi jika terjadi keadaan luar yang cocok, atau sebaliknya telur fase dormant tersebut akan mengalami kerusakan dan di serap bila kondisi yang cocok tidak kunjung datang dalam waktu yang cukup lama.
Ovulasi ialah keadaan dimana telur-telur di dalam ovarium telah lepas dari dinding dan jatuh ke dalam rongga ovarium itu. Jika keadaan ini telah terjadi, maka bila perut ikan diurut ke arah lubang kelamin, telur-telur tersebut akan keluar dengan lancar. Proses ovulasi ini dikendalikan atau dipengaruhi oleh hormon gonadotrofin di dalam tubuh ikan. Sedangkan proses pembentukan hormon tersebut dipengaruhi oleh kondisi alam/lingkungan.


Sifat dan Perilaku Alamiah Pemijahan Ikan
Proses perkembangbiakannya yang harus dipelajari/dikenali secara betul oleh seseorang yang hendak menyelenggarakan pembenihan/pembiakan ikan ialah :
-      Pada umur berapa dan ukuran berapa jenis ikan itu menjadi dewasa. Ada ikan yang sudah dewasa pada ukuran berat beberapa gram saja (misalnya berbagai jenis ikan hias yang kecil-kecil seperti ikan seribu (bungkreung), ikan Moly, Platy, Cupang, Barbus, Neon, dsb.) dan pada umur beberapa bulan saja.
-      Kapan musim pemijahannya dan frekuensi pemijahan berapa kali per – tahun. Didaerah tropika seperti di Indonesia ini kebanyakan ikan memijah 2 kali setahun ialah pada peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan dan dari musim hujan ke musim kemarau. Misalnya ikan bandeng, ikan belanak, ikan tawes, dan berbagai jenis ikan dan udang laut dan ikan perairan umum air tawar. Tetapi ada pula jenis – jenis ikan yang dapat bertelur/memijah beberapa kali dalam setahun bahkan setiap bulan, misalnya ikan mujair, ikan seribu, dll yakni ikan yang bertubuh kecil.
-      Sifat lingkungan dimana ikan tsb. biasa memijah secara alamiah (sifat dari breeding ground). Ada ikan yang memijah di air mengalir dan jernih (contoh: ikan nilem), ada yang memijah di air tergenang dengan membuat sarang, misalnya ikan gurame, ikan lele, dsb. Ada jenis ikan yang memijah ditempat yang baru digenangi air atau didaerah banjir, seperti ikan mas, ikan tawes.
-      Dimana ikan meletakkan telurnya? membuat sarang atau tidak?
Ada ikan yang meletakkan telurnya di dalam sarangnya yang dibuatnya berupa cekungan didasar perairan. Misalnya ikan mujair, ikan nila, dari marga Tilapia (Oreochromis sp). Setelah terjadi pembuahan atau fertilisasi, induknya mengulum dan mengerami telurnya didalam rongga mulut sampai menetas dan barulah induk meninggalkan anaknya setelah burayak cukup kuat berenang. Pola pengasuh anak didalam mulut disebut “mouth breeder”.  Contoh ikan yang membuat sarangnya ialah ikan lele (Clarias batracus), ikan gabus (Ophiocephalus striatus), ikan jambal (Pangasius sp). Ada ikan yang melekatkan telur-telurnya pada sesuatu benda atau daun tumbuhan dalam air, lalu induknya menunggui sambil mengipasi telur dengan siripnya agar telur memperoleh air segar yang banyak mengandung oksigen. Induk akan meninggalkan anaknya setelah anaknya cukup kuat berenang. Contohnya adalah ikan manvis (Pterophylum spp) dan lain-lain.
-      Berapa banyak telur yang dapat dihasilkan dan seberapa ukuran telurnya.
Jumlah atau banyaknya telur yang dihasilkan setiap kg berat badan ikan disebut fekunditas.
Ukuran telur ikan digolongkan menjadi 3 yaitu :
1.     Telur ukuran kecil dengan garis tengah 0,3 – 0,5 mm, fekunditasnya biasanya banyak (100.000 – 300.000 butir) dan tingkat kepedulian induknya kecil (negative parental care). Contohnya : ikan bandeng (Chanos chanos), ikan tawes (Punctius gonionotus), ikan tuna (Thunnus sp), dll.
2.    Telur ukuran sedang dengan garis tengah 0,8 – 1,1 mm, fekunditasnya sedang (100.000 – 300.000 butir) dan tingkat kepedulian induknya sedang. Contohnya : ikan manvis (Pterophylum spp), ikan discus (Symphysodon discus).
3.    Fekunditasnya kecil (5.000 – 50.000 butir) dan tingkat kepedulian induk besar (Positive parental care). Contohnya : ikan gurame (Osphronemus gouramy), ikan lele (Clarias spp), ikan nila (Tilapia niloticus), ikan mujair (Tilapia mossambica).
Dengan mengetahui berbagai sifat dan perilaku alamiah setiap jenis ikan yang hendak dikembangbiakkan, dapatlah dipersiapkan sebaik mungkin persyaratan lingkungan tempat ikan memijah dan peralatannya secara lengkap disesuaikan dengan kebutuhan jenis ikan tertentu. Sebagai contoh, bila hendak memijahkan ikan mas, haruslah disediakan kolam yang telah dikeringkan beberapa waktu dan segera diairi. Ini meniru lingkungan daratan yang terendam karena banjir tempat ikan mas memijah secara alamiah. Dan harus pula disediakan “kakaban” tempat telur-telur melekat
Bila hendak memijahkan ikan gurame, haruslah menyediakan kolam yang dalamnya 75 – 100 cm dan menyediakan induk atau rumput-rumput kering serta tegakan bambu atau kayu dimana ikan gurame itu dapat membuat sarangnya. Tanpa adanya bahan pembuat sarang, ikan gurame tidak akan memijah, walaupun ikan gurame tersebut telah mengandung telur yang matang dan telah ada pejantannya pula.

Teknik Hipofisasi

Hipofisasi artinya menyuntikkan hormon yang diekstrak dari hipofisa ikan donor yang mengandung hormon gonadotrofin yang diproduksi atau terkandung di dalam kelenjar hipofisa tersebut. Tujuannya ialah untuk merangsang ikan yang menerima suntikan (recipient) agar telur-telur dormant yang dikandungnya melanjutkan perkembangan sampai ovulasi disusul pemijahan, tanpa menunggu datangnya faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya
Rangsangan untuk mencapai ovulasi dan pemijahan dengan cara hipofisasi adalah suatu jalan pintas dari pada proses alamiah yang biasanya berlangsung lama dan menunggu musim tertentu. Di alam, ovulasi dan pemijahan ikan diatur oleh hormon gonadotrofin yang diproduksi oleh ikan itu sendiri yang dihasilkan dan disimpan di dalam kelenjar hipofisa. Kelenjar hipofisa itu ialah kelenjar endokrin yang berbentuk bulat kecil sebesar kacang hijau, terletak di bawah otak.
Selain hormon gonadotrofin yang diambil dari kelenjar hipofisa, dapat juga dipergunakan hormon lain, misalnya :
1.      SG (Salmon Gonadotrophin) ialah hormon yang diambil dari hipofisa ikan salmon, diproduksi secara komersial di Kanada (Syndel Laboratory, Vancouver). Dijual dalam bentuk serbuk putih dan harganya tidak begitu mahal.
2.    LH – RH (Luteinizing Hormone – Releasing Hormone) ialah hormon tiruan (sintetis) yang ternyata sangat efektif merangsang kelenjar hipofisa untuk memproduksi hormon gonadotrofin pada ikan. Hormon buatan ini telah dicobakan pada beberapa jenis ikan dan ternyata berhasil mendorong ikan untuk memijah. (Harvey dan Hoar, 1979 ).
3.    HCG (Human Chorionic Gonadotrophin) ialah hormon yang terdapat di dalam air seni wanita yang sedang hamil, dengan teknik tertentu dapat dipisahkan dan dibuat sediaan berupa cairan yang dijual dalam ampuls. Penyuntikan HCG dilakukan intramuscular dengan dosis 6.000 IU/kg berat badan untuk ikan belanak, hasilnya cukup baik. Dalam hal ini dilakukan 2x suntikan dengan jarak waktu 24 – 48 jam tergantung pada derajat perkembangan telurnya ketika pertama kali disuntik.
4.    Ovaprim, suatu hormon buatan yakni salmon gonadrotopin yang dicampur dengan hormon anti dopamine yang dibuat oleh laboratorium Syndel Canada. Hormon dopamine sifatnya dapat menggagalkan perkembangan telur sehingga dengan diberi/dicampur anti dopamine, jarang sekali terjadi kegagalan proses pematangan gonad.  
5.    Methyltestosteron
6.    Puberogen, dll.

Perlakuan Bagi Ikan yang disuntik Hormon
Setelah ikan yang telah matang gonad disuntik dengan hormon, diperlukan perlakuan tertentu agar penyuntikan itu berhasil. Antara lain adalah ikan yang telah disuntik sebaiknya dipisahkan antara jantan dan betina di bak terpisah agar tidak terjadi pemijahan secara liar.
Suhu air harus stabil dan cocok bagi ikan tersebut (untuk di Indonesia yang wilayah tropika suhu optimal itu 25-30oC). Suasana kolam harus tenang, tidak terganggu oleh kegaduhan/gangguan. Sinar tidak terlalu cerah, sebaiknya bak ditutup dengan bak hitam/gelap.  
Fertilisasi Buatan Dan Pemijahan Buatan
Berapa jangka waktu terjadi ovulasi setelah penyuntikan, ini tergantung/dipengaruhi oleh suhu air dimana ikan itu ditaruh setelah dilakukan penyuntikan. Semakin tinggi suhu air semakin cepat reaksi terjadi. Setiap jenis ikan mempunyai suhu optimal untuk perkembangan ovulasinya. Bagi ikan daerah tropika berkisar antara 22 – 28 C.
Dengan cara teknik penyuntikan hormon  itu, memungkinkan dilakukan 2 teknik berbeda pada ikan yaitu :
  1. Fertilisasi buatan (pembuahan buatan) dengan cara “stripping” yaitu mengeluarkan telur dan sperma ditampung dan dicampurkan di dalam suatu wadah, agar terjadi pembuahan (fertilisasi) secara buatan di dalam wadh tersebut secara terkontrol. Cara ini disusul dengan melakukan penetasan telur, pemeliharaan burayak (larva) menjadi benih ikan kecil (pendederan/pengipukan). Selanjutnya dibesarkan sampai menjadi benih ukuran glondongan, yang kesemuanya dilakukan secara terkendali (terkontrol) untuk dapat melindunginya dari serangan musuh-musuhnya, dari sifat air dan cemaran yang mematikan dan dari serangn penyakit, sehingga daya kehidupan anak-anak ikan dapat mencapai lebih tinggi untuk dapat dihasilkan anak ikan lebih banyak.
  2. Pemijahan buatan di tempat terkendali/terkontrol.
 Pada teknik ini, penyuntikan hormon ditujukan agar ikan mengalami tahap dimana bila dipertemukan dengan lawan jenisnya, ikan dapat kawin/memijah seperti lazimnya di dalam tempat tertentu yang diatur dan dipersiapkan oleh manusia. Selanjutnya dengan akal dan kemauan manusia/sipenyelenggara dapat melakukan langkah-langkah agar penetasan telur, pembesaran larva seterusnya menjadi benih gelondongan dapat dilakukan di dalam wadah dan kolam-kolam secara terkendali pula.
Faktor-Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Pemijahan
Setelah dilakukan injeksi-injeksi dengan dosis yang diperlukan oleh setiap spesies, masih diperlukan pula beberapa faktor eksternal agar ikan berhasil memijah/kawin. Faktor-faktor eksternal tersebut ialah :
  1. Suhu air harus dalam keadaan stabil dengan derajat suhu antara 22o-28o C untuk ikan – ikan di daerah tropis seperti Indonesia.
  2. Air harus mengandung cukup oksigen terlarut yang selalu cukup (5-7 ppm) dan cukup mengalir/berganti walaupun tidak terlalu deras.
  3. Tempat tidak terlalu cerah oleh sinar langsung. Bak/kolam diberi atap atau ditutup dengan kain penutup agar gelap.
  4. Bak/kolam sebaiknya ditempatkan ditempat terisolasi, jauh dari keramaian/gangguan kegaduhan.
  5. Sebaiknya setelah disuntik, ikan jantan dan betina dipisahkan didalam bak tersendiri. Nanti bila sudah hampir tiba saatnya memijah, barulah disatukan didalam kolam pemijahan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
Teknik Penyediaan Induk Ikan
1. Induk ikan dapat diperoleh dari berbagai cara  yaitu :
 1. Dengan menangkap induk dan calon induk dari alam, lalu   diperlihara di dalam lingkungan perkolaman agar induk-induk tersebut menjadi benar-benar teraklimatisasi dan sampi mengandung telur yang matang (matang gonad). Induk yang ditangkap dari alam biasanya masih bersifat liar, sehingga memerlukan waktu cukup lama untuk mendomestikasikannya. Misalnya dalam mempersiapkan induk ikan banding, arwana jelawat, patin dan lain sebagainya yaitu ikan-ikan yang belum biasa diternakkan.
2. Dapat juga mulai memelihara ikan dari ketika masih benih kecil/yuwana. Dipelihara di kolam dalam waktu yang cukup lama sampai mengandung telur/gonad yang matang. Cara ini dilakukan baik untuk ikan yang sudah biasa dibudidayakan maupun ikan liar yang baru akan didomestikasikan.
3.  Dapat juga induk yang ditangkap dari alam yang memang induk induk yang sudah matang atau hampir matang gonad.

Teknik Pemeliharaan Induk di Kolam
Cara pemeliharaan induk di kolam merupakan prasyarat untuk dapat memperoleh induk yang bermutu baik (artinya : sehat, terseleksi secara genetik dan terkontrol keturunannya, mempunyai fekunditas yang tinggi dan mutu telurnya baik serta daya tetas yang tinggi pula).
Oleh sebab itu faktor yang penting dalam  pemeliharaan induk ikan untuk keperluan perkembangan telurnya ialah kondisi lingkungan yang baik dan cocok serta pakan dalam kuantitas yang cukup dan berkualitas baik.
Hampir semua jenis ikan dapat dipelihara di dalam kolam sampai menjadi tingkat perkembangan gonad pada fase istirahat  yaitu telur pada fase dormant. Hanya saja untuk dapat memijah/kawin, tidak semua ikan dapat dengan mudah melakukannya, melainkan memerlukan perlakuan dan penanganan atau rangsangan khusus (induced spawning). Sebagai contoh, ikan asal sungai seperti grass carp, silver carp, dimana setelah dipelihara di kolam dan mengalami pematangn gonada (fase dormant) harus disuntik dengan hormon tertentu agar dapat mengalami ovulasi atau memijah.

Teknik Penetasan Telur
          Persyaratan air untuk penetasan telur adalah:
1.     Air harus jernih, sedikit mungkin mengandung lumpur, sebab lumpur dapat melekat pada telur dan menyebabkan pembusukan atau tertular bakteri.
2.    Air mengalir dan mengandung oksigen terlarut minimum 6 ppm. Derasnya aliran air di dalam wadah penetasan minimum 1 liter per detik. Aliran air yang keluar dari wadah akan membuang bahan-bahan kotoran terlarut yang mengganggu atau membahayakan kehidupan telur.
3.    Air tidak mengandung bahan-bahan pencemar, terutama bahan kimia, logam berat dan pestisida.
4.    Suhu dalam keadaan stabil yang berkisar antara 25-28ºC.
5.    Wadah untuk inkubasi telur harus dibuat yang sesuai dengan sifat telur yang ditetaskan.
Teknik Pemeliharaan Larva
Pada umumnya larva ikan mempunyai sifat-sifat sbb:
-      Organ tubuhnya yang belum sempurna
-      Ukurannya hanya beberapa mm saja (7-10 mm)
-      Mulutnya belum terbuka
-      Saluran pencernaan dan alat pernapasan belum berfungsi. Makanannya masih diserap dari sisa kantong kuning telurnya.
-      Belum mempunyai gelembung renang yang berisi udara, sehingga belum dapat mengatur posisi tubuhnya dalam air.
-      Gerakannya masih sangat lemah, banyak berdiam di suatu titik, menempelkan kepalanya pada benda-benda atau pada jenis ikan tertentu larva tergeletak saja di dasar perairan dan hanya sesekali menggerakan ekornya.
Larva tidak tahan terhadap sinar ultra violet yang terdapat pada sinar matahari secara langsung. Karena itu pada pemeliharaan larva (penderan) kolam harus diberi pelindung terhadap sinar ultra violet.

Tempat/Wadah Pemeliharaan Larva

Wadah untuk pemeliharaan larva disebut “pendederan” atau “ipukan”. Dapat berupa bak dari semen maupun kolam tanah biasa, yang kedalamannya 30-40 cm saja. Berhubung sifatnya masih lemah, maka bak atau kolam pendederan perlu diberi pelindung yaitu atap yang tembus cahaya untuk menghalangi sinar matahari langsung, agar suhu tidak terlalu berubah-ubah dan tidak terkena air hujan langsung yang dapat merubah sifat kimia air. Bila pendederan dilakukan di dalam kolam tanah, hendaknya dalam kolam itu dipasang pelindung dari pelepah daun kelapa yang di tancapkan di sekeliling kolam maupun di dalam kolam itu sendiri sebagai tempat berlindung bagi burayak.
Padat penebaran burayak dalam kolam pendederan berkisar antara 50-100 / meter persegi permukaan kolam. Bila dipergunakan bak semen yang volumenya tidak terlalu besar (10-20 ton), padat penebaran dapat dipertinggi hingga 500 ekor per meter persegi, tetapi harus dipasang aerator agar tidak kekurangan oksigen. Burayak peka terhadap kekurangan oksigen. Kadar oksigen dalam kolam ini hendaknya minimum 5 ppm.

Pakan Burayak

Pada hari pertama mulai makan (2-3 hari setelah menetas) burayak hanya dapat menangkap makanan yang ukurannya amat kecil dan gerakannya lambat. Pakan alami yang cocok bagi burayak pertama adalah Rotifera dan Protozoa.
Burayak umur 7-10 hari memakan zooplankton ukuran 100-200 mikron yaitu beberapa jenis cladosera kecil, dapat juga diberi pakan tambahan berupa katul halus.
Burayak umur 10-20 hari dapat memakan zooplankton ukuran besar yaitu Cladosera besar dan Copepoda. Disamping itu masih terus memakan Rotifera maupun Cladosera  kecil.
Pemeliharaan benih lanjutan biasanya dilakukan dalam tahap yang lamanya masing-masing 1-1,5 bulan.
Pembenihan tahap 1 adalah pindahan dari pendederan, setelah benih umur 3 minggu. Pada akhir masa pembenihan tahap 1 hasil benih ikan berukuran 6-8 cm, dapat dijual dengan harga yang lebih mahal; dan/atau dilanjutkan dengan pembenihan tahap 2.

Pembenihan tahap 2 juga dapat dilakukan di dalam kolam tanah atau petak sawah seperti pembenihan tahap 1 tadi. Lama pemeliharaan 1,5-2 bulan. Pada akhir masa pembenihan benih diperoleh benih ikan ukuran 10-12 cm dengan berat kira-kira 10-15 gram per ekor. Pada tahap pembenihan ini, pakan alami dengan pemupukan tak cukup dan penambahan pakan buatan merupakan keharusan agar benih ikan tidak kekurangan pakan dan dapat tumbuh pesat. Pakan buatan yang diberikan berupa pakan buatan pabrik dengan kandungan protein 25-30 % dengan ukuran remah (crumble) atau pellet kecil agar dapat ditelan oleh benih ikan itu.
Pemeliharaan selanjutnya adalah pembesaran benih/gelondongan besar menjadi ikan konsumsi.

III.  Teknik Pembenihan Beberapa Jenis Ikan Ekonomis Penting

1.   Teknik pembenihan Ikan Nila
2.   Teknik Pembenihan Ikan Gurame
3.   Teknik Pembenihan Ikan Kerapu
4.   Pakan Alami dan Buatan


 









»» READMORE...
TEKNIK BUDIDAYA IKAN KUWE (Gnathanodon speciosus)
 

               


Oleh :
SULEMAN
NRP. 4509418657



PROGRAM DIPLOMA IV
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR
JURUSAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
2011





BAB I
 PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah lautan lebih besar dibandingkan dengan luas daratan. Pemanfaatan sumber daya laut, khususnya bidang perikanan saat ini telah berkembang dengan pesat. Hal ini terbukti dengan meningkatnya permintaan baik dari dalam maupun luar negeri terhadap produk-produk perikanan seperti: kerapu, kakap, ikan hias, mutiara dan lain-lain.
Salah satu faktor produk andalan hasil perikanan yang dijadikan target utama dalam upaya meningkatkan pendapatan dari perikanan adalah ikan hias. Oleh karena itu melalui Departemen Kelautan dan Perikanan, ikan hias mendapat perhatian pemerintah untuk  menjadikan Indonesia sebagai salah satu produsen utama ikan hias di dunia (Nugroho & Kuniarsih,2004).
Ikan hias laut termasuk ikan popular di masyarakat baik di dalam negeri maupun di luar negeri, karena warna dan bentuknya yang unik dan beraneka ragam. Indonesia terkenal kaya akan terumbu karang yang merupakan habitat berbagai jenis ikan konsumsi maupun ikan hias. Sampai saat ini sebagian besar ikan hias laut Indonesia masih mengandalkan hasil tangkapan untuk diekspor ke luar negeri dan menjadi sumber devisa Negara. Pasar tujuan ekspor ikan hias laut adalah Singapura, Taiwan, China, dan sebagian Negara Eropa (Poernomo dkk., 2003).
Mengantisipasi permintaan terhadap ikan hias yang kian meningkat, maka perlu dengan segera menguasai teknologi pembenihannya guna menunjang peningkatan produksi benihnya baik secara kualitas maupun kuantitas. Ikan kuwe jenis golden trevally (Gnathanodon speciosus) ukuran 5-10 cm, merupakan jenis ikan hias laut yang termasuk dalam family Carangidae yang tergolong ikan karnivora. Komoditas baru ini merupakan alternatif usaha budidaya pembenihan selain ikan bandeng, kerapu, dan udang yang telah berhasil dilakukan di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut, Gondol.
Ikan kuwe (Gnathanodon speciosus) mulai dibenihkan di BBRPBL Gondol pada tahun 2006 dan sudah menghasilkan benih secara massal. Untuk meningkatkan produksi larva ikan tersebut secara terus-menerus dilakukan pengembangan usaha budidaya dan menguji dari berbagai aspek seperti aspek konsumsi oksigen, karena oksigen adalah suatu zat yang sangat esensial bagi pernapasan dan merupakan komponen yang utama bagi metabolisme ikan dan organisme perairan lainnya. Bila laju metabolisme cepat, maka organisme menunjukkan konsumsi oksigen yang lebih banyak (Djawad, 1997)
Gnathanodon speciosus, dikenal dengan nama Golden Trevally atau Ikan Kuwe, ikan ini dapat digunakan sebagai ikan hias dengan nama ikan pidana kuning. Ikan ini berpeluang sebagai spesies kandidat yang dapat dikembangkan dalam usaha budidaya. Ikan ini biasanya hidup pada perairan pantai yang dangkal, karang dan batu karang, termasuk spesies benthopelagic. Ikan ini dapat hidup pada kedalaman 12 m dan sering ditemukan pada laut tropis dan sub tropis. Ikan kuwe memiliki warna yang kontras keemasan dan bergaris-garis hitam. Termasuk famili dari ikan Carangidae. Benih ikan dapat mencapai juvenil pada umur 30 - 35 hari dan pertumbuhannya relatif cepat. Dalam upaya mendukung usaha pengembangan budidaya ikan hias laut secara berkelanjutan dan ramah lingkungan, maka masih diperlukan riset dan pengembangan teknologi perbenihan dan pembesaran. Produksi massal benih ikan Pidana Kuning atau Golden Trevally (Gnathanodon speciosus, Forsskall) untuk komersialisasi sebagai ikan hias laut dapat dilakukan secara berkelanjutan.
Ikan kuwe merupakan salah satu jenis ikan permukaan (pelagis). Ikan yang sangat digemari oleh masyarakat ini hidup pada perairan pantai dangkal, karang, dan batu karang. Di beberapa restoran sea food harga ikan kuwe berukuran 300-400 g berkisar Rp 15.000 - Rp 20.000/ekor (2005), adapun harga Gnathanodon speciosus saat berukuran kecil (3-5 cm) pada tahun 2007 adalah Rp 3.000 - Rp 5.000 per ekor. Ikan tersebut juga merupakan ikan hias yang diberi nama pidana kuning.

1.2  Tujuan

Tujuan dari penulisan paper ini adalah :
1.      Untuk mengetahui teknik budidaya ikan kuwe di karamba jaring apung.
2.      Agar mengetahui permasalahan yang terkait dengan pemeliharaan

1.3  Batasan Masalah

Pada penulisan paper ini penulis membatasi pada teknik budidaya mencakup biologi dan sistematika ikan kuwe, parameter-parameter kualitas air yang sesuai dengan pemeliharaan ikan kuwe, sarana dan prasarana yang menunjang selama pemeliharaan, proses budidaya ikan kuwe dalam hal ini teknik budidaya ikan, serta faktor-faktor apa saja yang dapat menyebabkan terjadinya kegagalan selama pemeliharaan seperti hama dan penyakit, dan tahap akhir dari pemeliharaan yaitu panen.


BAB II
BIOLOGI DAN SISTEMATIKA

2.1 Taksonomi dan Morfologi
Filum                               : Chordata
Kelas                               : Osteichthyes
Ordo                                : Perciformes
Famili                              : Carangidae
              Spesies
                             : Gnathanodon speciosus
              Nama dagang
                 : trevally
              Nama lokal
                     : bubara, kuwe macan (G. speciosus)

          Ikan kuwe yang merupakan salah satu jenis ikan hias yang kini dijadikan ikan konsumsi dapat dilihat pada Gambar 1 dibawah ini.
Gambar 1 . ikan kuwe (Gnathonodon speciosus)

2.2 Biologi Ikan Kuwe
2.2.1 Ciri fisik
Tubuh kuwe berbentuk oval dan pipih. Warna tubuhnya bervariasi, yaitu biru bagian atas dan perak hingga keputih-putihan di bagian bawah. Tubuh ditutupi sisik halus berbentuk sikloid. Sisiknya kecil dengan gurat sisi yang bercabang. Dibagian dada sisiknya berkurang atau tidak ada. Terdapat tiga duri, dua yang pertama terpisah dari sirip yang diam. Sirip ekornya berjagak (Poernomo dkk.2006).
Untuk lebih jelas mengetahui morfologi ikan kuwe terdapat pada Gambar 2 dibawah ini:
Gambar 2 .Morfologi Ikan Kuwe
Kuwe putih (Caranx melampygus) mempunyai badan memanjang dan gepeng sekali. Punggungnya hijau kebiruan dan putih keperakan pada bagian perut. Warna sirip punggung kedua, sirip perut dan sirip ekor kebiruan dan berubah menjadi gelap dan noda-noda hitam pada badan ikan-ikan tua. Kepala agak tumpul dan memiliki dua sirip punggung (Kordi, 2010).
2.2.2 Pertumbuhan dan perkembangan
Ikan kuwe dapat berenang cepat dan memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis ikan laut lainnya. Ikan ini bersifat karnivora. Adapun pakan utamanya, yaitu ikan dan crustasea berukuran kecil. Ikan ini juga efisien memanfaatkan pakan serta mampu hidup dalam kondisi yang cukup padat. Sebagai ikan ekonomis, sejak tahun 1993 Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau (BRPBAP) Maros, Sulawesi Selatan, telah menjadikan ikan ini sebagai salah satu ikan yang diteliti. Dari hasil penelitian kemudian diketahui bahwa spesies Gnathanodon melampygus dan Gnathanodon sexfasciatus yang merupakan jenis cepat bertumbuh. Selain memiliki laju pertumbuhan harian yang cepat, yang mencapai 1,71%, juga mempunyai konversi pakan yang cukup rendah, yakni 3,31 (Kordi, 2010).
Pada kegiatan budidaya dalam keramba jarring apung, jenis ikan yang dipelihara adalah C. ferdau, C. melampygus, C. talamparoides dan C. uii. Hal ini berkaitan dengan kelimpahan benihnya yang tertangkap dengan jarring pantai di perairan Teluk Ambon. Hasil pengamatan dalam keramba jaring apung menunjukkan bahwa jenis ikan kuwe yang dipelihara memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi (Rachmansyah dan Usman, 1993;Rachmansyah dkk.,1994).
2.3  Kebiasaan Makan
Bagi kelangsungan hidup suatu organisme termasuk ikan, makanan merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada pengamatan pemberian ikan rucah (Stelophorus sp.), ternyata dalam waktu 12 jam setelah pemberian pakan, sekitar 92% pakan tersebut dicerna. Diperkirakan ikan kuwe membutuhkan waktu 12 jam untuk mencerna makanannya. Berdasarkan jenis makanannya dan pengamatan pada percobaan budidaya di keramba jaring apung, maka ikan kuwe ini tergolong karnivora dan predator terhadap ikan yang berukuran kecil dengan cara makannya mencaplok dan tipe mulut yang umumnya terminal. Ikan kuwe bersifat rakus dan aktifitas makannya tidak dipengaruhi oleh periodisitas terang sehingga meskipun diberikan pakan pada malam hari tetap memberikan respons. Namun demikian dalam kegiatan budidaya, waktu pemberian pakan merupakan hal yang harus diperhitungkan karena akan mempengaruhi kebutuhan tenaga yang menciri pada peningkatan biaya operasional.



2.4  Jenis-jenis Ikan Kue
2.4.1   Diamond Trevally (Alectis indicus)
Hidup di terumbu pesisir,pada saat ikan ini masih stadia juvenile memiliki filament sirip jari yang panjang, namun memiliki bentuk kepala agak lebih sudut/miring dan memiliki jarak yang lebih jauh antara mata dan mulut, ditemukan di seluruh Indonesia, wilayah  barat pasifik. Panjang ikan ini mencapai 150 cm. Ikan kuwe jenis Diamond trevally dapat dilihat pada Gambar 3 dibawah ini :


Gambar 3. Diamond trevally (Allen, 2000)
Kuncoro, Wihartono, (2009), nama lain dari Alectis ciliaris adalah kuwe rumbai. Ikan ini hidup di laut dengan kedalaman 60-100 meter. Ikan yang masih kecil banyak terdapat di pantai dan dermaga. Kadang juga terlihat di pasar ikan hias, terutama yang masih kecil. Sebagai ikan konsumsi juga banyak dijual di pasar tradisional dengan harga murah. Kebiasaan makan ikan ini yaitu dengan memakan ikan, udang dan moluska.

2.4.2        Onion Trevally (Carangoides caeruleopinnatus)
Ikan jenis ini hidup diperairan dalam, dengan tubuh relatif pendek, punggung pendek dan cuping sirip dubur, bercak hitam kecil pada pinggiran atas tutup insang, dan bercak kuning kecil di badan, ditemukan di seluruh wilayah, indo C. pacific, sampai 400c. Ikan jenis ini dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini:

Gambar 4. Onion trevally
2.4.3        Longnose trevally ( Carangoides chrysophrys)
 Longnose trevally dapat ditemukan di perairan pantai, dengan memiliki bentuk kepala lebih moncong ke ujung, sirip dada memanjang sepanjang gurat sisi. Dapat ditemukan di seluruh wilayah, indo-barat pasifik, ukuran ikan ini mencapai 44 cm (Allen, 2000). Ikan jenis ini dapat dilihat pada Gambar 5 dibawah ini:

Gambar 5. Longnose trevally
2.4.4        Blue Trevally  (Carangoides ferdau)
Ikan jenis banyak ditemukan diperairan pesisir dan terumbu karang pantai lepas, dapat dibedakan dengan ikan kuwe jenis lainnya dengan terpisahnya di dada dan pangkal sirip dada, memiliki moncong bulat yang terang, dan memiliki 5-6 garis kehitaman pada sisi, ditemukan di seluruh wilayah, indo-pasifik, ukuran mencapai 70 cm. Ikan jenis Blue trevally dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini:
Gambar 6. Blue trevally
2.4.5        Gold Spotted Trevally ( Carangoides fulvoguttatus)
Jenis ikan kuwe ini hidup di perairan pantai, mulut relatif berbentuk panjang bentuk dan terdapat banyak bintik emas (terutama di belakang), memiliki mata lebih tinggi di atas mulut, moncong lebih runcing, dan bintik-bintik kuning lebih banyak, juga dikenal sebagai Turrum dan kuning-bercak selar, ditemukan seluruh wilayah, indo-W. pacific, panjang ikan ini mencapai 130 cm dan berat 12 kg (Allen, 2000). Ikan jenis Gold spotted trevally dapat dilihat pada Gambar 7 dibawah ini:

Gambar 7. Gold spotted trevally


2.4.6        Bludger Trevally (Carangoides gymnostethus)
Ikan ini banyak ditemukan di wilayah pesisir di sekitar terumbu karang atau berbatu, dapat dibedakan dengan badan yang relatif memanjang dan bercak coklat serta terdapat berwarna emas pada sisi, namun memiliki mata dekat ke mulut, bintik-bintik kuning lebih sedikit, dan bentuk moncong tajam, ditemukan di seluruh wilayah, indo-W.pacific, panjang ikan ini mencapai 90 cm dan berat 11 kg (Allen, 2000). Bludger trevally dapat dilihat pada Gambar 8 dibawah ini:
Gambar 8. Bludger trevally
2.4.7        Malabar trevally (Carangoides malabaricus)
Ikan kuwe jenis Malabar trevally banyak terdapat di perairan pantai, bentuk badan lebih oval, bentuk kepala agak tajam, sirip punggung berwarna lebih pucat, memiliki garis-garis hitam pada tubuh/badan ikan ini. Ditemukan di seluruh daerah, Indo-Pasifik, panjang ikan ini mencapai 28 cm (Allen,  2000). Ikan kuwe jenis Malabar trevally dapat dilihat pada Gambar 9 dibawah ini:
Gambar 9. Malabar trevally
2.4.8        Thicklip Trevally (Carangoides orthogrammus)
Banyak terdapat di wilayah pesisir, dapat dibedakan dengan beberapa bintik kuning bulat telur di tengah sisi dan terpisah antar pangkal sirip dada, juga dikenal sebagai selar palsu sirip biru, ditemukan di seluruh daerah, Indo - C. Pasifik, panjang mencapai 70 cm (Allen, 2000). Ikan jenis ini dapat dilihat pada Gambar 10 dibawah ini:
Gambar 10. Thicklip trevally
2.4.9        Golden Trevally (Gnathanodon specious)
Ikan ini dapat tumbuh sampai 120 cm dengan berat 15 kg. Hidup di pantai dengan kedalaman antara 1-5 meter atau di tempat yang dangkal. Tersebar di pantai California, Mexico, Teluk California sampai Ekuador. Perairan pasifik di Indonesia, Philipina dan utara Australia.  Daya berbiaknya sangat rendah karena membutuhkan waktu sekitar 4,5 - 14 tahun untuk menggandakan populasinya. Suka berada dipantai berpasir dengan mengaduk-aduk pasir mencari udang dan ikan kecil yang bersembunyi.  Kadang berkelompok dalam jumlah kecil di dekat ikan besar seperti ikan hiu dan paus. Bahkan mengikuti penyelam. Ikan ini menjadi ikan konsumsi yang laku di pasar tradisional. Sering pula dijual sebagai ikan hias yang masih kecil (10-15 cm) (Kuncoro, Wihartono, 2009).
Gambar 11. Golden Trevally
2.4.10    Giant Trevally (Caranx ignobilis)
Dapat tumbuh sampai 170 cm dengan berat 80 kg. Tubuh berwarna perak keabuan dan sisik mengkilap. Ikan ini terdapat sepanjang khatulistiwa, dari daerah tropis dan subtropics. Ikan yang kecil masuk ke muara sungai sedangkan ikan yang besar banyak terdapat di laut sampai kedalaman 100 meter. Waktu penggandaan populasi/reproduksi sekitar 1,4 – 4,4 tahun. Giant trevally dapat dilihat pada Gambar 12 dibawah ini:
Gambar 12. Giant Trevally
Ikan ini biasa digunakan sebagai target memancing, terutama dengan teknik poping atau menggunakan umpan buatan dari kayu yang menyerupai ikan atau cumi. Ikan ini laku keras dipasaran sebagai ikan konsumsi dengan harga yang sedang. Hidup di sekitar tubiran atau daerah yang kedalamannya menikung tajam dari pantai. Merupakan ikan oportunis yang makan apapun yang masuk ke bukaan mulutnya, seperti udang, kepiting, ikan, cumi-cumi bahkan ular laut dan anak penyu (Kuncoro, Wihartono, 2009).

2.4.11    Black Trevally (Caranx lugubris)
Gambar 13. Black Trevally
2.4.12    Bluefin Trevally (Caranx melampygus)
Kuwe putih (Caranx melampygus) mempunyai badan memanjang dan gepeng sekali. Punggungnya hijau kebiruan dan putih keperakan pada bagian perut. Warna sirip punggung kedua, sirip ekor perut dan sirip ekor kebiruan dan berubah menjadi gelap dan noda-noda hitam pada badan ikan-ikan tua. Kepala agak tumpul dan memiliki dua sirip punggung. Pada sirip punggung yang pertama terdapat 9 jari-jari keras (1 terbenam menghadap kearah muka), sedangkan sirip punggung yang kedua memiliki 2 jari-jari keras dan 20-24 jari-jari lunak. Sirip dubur memiliki 1 jari-jari keras dan 19-20 jari-jari lunak. Memiliki scute (sisik kaku yang mengeras) pada garis rusuk bagian belakang sebanyak 30-40 sisik (Allen, 2000)
Gambar 14. Kuwe putih
kuwe putih dapat tumbuh sampai 100 cm, tetapi umumnya berkisar 30-60 cm. ikan ini suka tinggal di daerah karang dan batu-batuan. Mulutnya dilengkapi gigi-gigi kecil, menunjukkan bahwa ini tergolong ikan buas (pemangsa) yang memangsa ikan-ikan kecil dan binatang-binatang kecil (invertebrata) (Kordi, 2010).
Untuk berbiak butuh waktu sekitar 1,4 – 4,4 tahun untuk menggandakan populasi. Hidup berkelompok dalam jumlah kecil sampai besar. Hidup dengan memakan ikan-ikan kecil dan udang. Ikan yang panjangnya di atas 50 cm ini sering menyebabkan ciguatera. Ikan ini telah dibudidayakan di Jepang dan Hawai. Dijual sebagai ikan konsumsi dan sering menjadi target memancing di laut dalam (Kuncoro, Wihartono, 2009).
                       
2.4.13    Bigeye Travelly (Caranx sexfasciatus)
Caranx sexfasciatus atau kuwe terkulu memiliki banyak persamaan dengan kuwe putih, namun ada beberapa ciri yang membedakannya. Ciri yang dimiliki kuwe terkulu  yang membedakannya dari kuwe putih antara lain, jumlah jari-jari keras pada sirip punggung kedua hanya 1 serta 18-21 jari-jari lunak. Pada sirip dubur terdapat 14-16 jari-jari lunak dan jumlah sisik keras (scute)-nya hanya 23-24. Badan ikan yang masih muda dilengkapi dengan sabuk, 4-7 buah.
Gambar 15. kuwe terkulu
Kuwe terkulu adalah penghuni perairan dangkal berkarang, dapat juga hidup di perairan payau dan kadang-kadang masuk ke muara sungai. Kuwe terkulu juga tergolong ikan pemangsa yang memakan ikan-ikan kecil dan hewan-hewan lainnya. Ikan ini dapat tumbuh hingga mencapai ukuran 80 cm, namun yang banyak tertangkap dan dipasarkan umunya berukuran 50-60 cm (Kordi, 2010).
Hidup berkelompok sekitar 10-20 ekor dalam satu wilayah terbuka. Biasa memakan ikan-ikan kecil, udang kepiting dan moluska. Menjadi target memancing di pantai dan laut lepas. Populasinya melimpah di Indonesia. Dijual dengan harga sedang, menjadi komoditas penting perikanan di Indonesia (Kuncoro, Wihartono, 2009).

BAB III
PARAMETER KUALITAS AIR


3.1     PARAMETER FISIKA
3.1.1 Angin dan gelombang
          Tinggi gelombang yang disarankan untuk pembesaran ikan kuwe tidak lebih dari 0,5 meter. Tempat pemeliharaan harus terhindar dari angin dan gelombang yang keras. Gelombang besar yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan stres pada ikan budidaya, sehingga mengurangi selera makan. Gelombang besar juga akan merusak konstruksi KJA, merubah posisi KJA dan menghanyutkan KJA, jadi dalam pemasangan KJA harus dipilih lokasi perairan yang terlindung dari badai dan gelombang (Akbar dan Sudaryanto, 2002). Lokasi dengan pulau-pulau kecil biasanya dipilih sebagai pelindung dari ancaman gangguan tersebut (Kordi, 2005).

3.1.2 Kedalaman

          Kedalaman air sebaiknya antara 15-30 meter pada waktu pasang dan surut. Perairan yang terlalu dangkal, maka lumpur dan kotoran air laut akan dengan mudah terakumulasi oleh ombak. Perubahan suhu dan salinitas juga akan tinggi yang dapat menyebabkan ikan menjadi stres. Lokasi perairan yang terlalu dalam sulit untuk penempatan jangkar sebagai tambatan agar keramba tidak dapat bergerak (Sutarmat, dkk., 2004).

3.1.3 Kecepatan Arus

          Pembesaran ikan kuwe di karamba jaring apung, arus yang biasanya disebabkan oleh pasang surut sebaiknya berkisar antara 10-30 cm/detik, harus diketahui jika air mempunyai kecepatan pergantian yang rendah maka akan cepat terjadi penempelan organisme pada jaring selain itu juga dapat mempengaruhi pertukaran air keluar-masuk jaring. Tetapi apabila arus air lebih dari 30 cm/detik dapat mempengaruhi posisi jaring dan jangkar (Sutarmat, dkk., 2004).

3.1.4 Suhu

          Perairan laut cenderung bersuhu konstan. Perubahan suhu yang tinggi dalam suatu perairan laut akan mempengaruhi proses metabolisme, aktifitas tubuh, dan syaraf ikan. Suhu optimal untuk pertumbuhan ikan kuwe adalah 270C-290 C (Akbar dan Sudaryanto, 2002).

3.1.5 Kecerahan

          Kecerahan air merupakan faktor yang sangat penting bagi pemeliharaan ikan kuwe. Ikan kuwe ini selalu berada pada dasar jaring sepanjang waktu, oleh karena itu, jika kecerahan air sangat rendah akan sulit untuk melihat kondisi kesehatan ikan (Sutarmat dkk, 2004).
          Menurut Akbar dan Sudaryanto (2002), kecerahan perairan merupakan salah satu indikator untuk menentukan lokasi. Perairan dengan tingkat kecerahan sangat tinggi (jernih) sangat baik sebagai lokasi pembesaran, sebaliknya perairan dengan tingkat kecerahan sangat rendah menandakan tingkat bahan organik sangat tinggi. Perairan demikian dikategorikan cukup subur dan tidak baik untuk digunakan. Perairan yang sangat subur dapat mempercepat perkembangan organisme penempel seperti lumut, cacing, dan kerang-kerangan, selain itu jaring juga akan cepat kotor. Kecerahan perairan yang sangat cocok untuk pembesaran ikan kuwe yang pada umumnya hamir sama dengan pemeliharaan ikan di KJA adalah lebih dari 2 meter, artinya secara visual dapat dilihat benda-benda di dalam air yang kedalamannya hingga lebih dari 2 meter.
Secara rinci dalam melakukan pemilihan lokasi budidaya, persyaratan yang harus dipenuhi menurut Kordi (2005),adalah seperti  Tabel 1.




Tabel 1.  Persyaratan lokasi untuk  budidaya karamba jaring apung dilaut
Aspek
Nilai ideal
Catatan
Teknis
1)   Kualitas air
·    Suhu
·    Salinitas
·    Oksigen
·    pH
2)   Arus air
3)   Kedalaman air
4)   Gelombang
5)   Pencemaran

6)   Lalu lintas laut
7)   Predator
8)   Lingkungan



24 – 32 0C
33 – 35 g/l
5 – 6 mg/l
7 – 8
0,2 – 0,5 m/dtk
7 – 15 m
-
-

-
-
-











BOD maksimal 5 mg/l, amoniak   0,1 mg/l, total bakteri 3000 sel/m3
Tidak berada pada jalur lalulintas
Sumber : Kordi  (2005)
Imanto dkk. (1995), menyatakan persyaratan fisika dalam budidaya dikaramba jaring apung antara lain : salinitas 30 – 34 g/l, suhu 27 – 32 0C, dan kecerahan >3 m serta terlindung dari arus yang kuat. Arus yang baik dalam budidaya dikaramba jaring apung berkisar antara 0,05 – 0,15 m/detik. Dengan persyaratan fisika dalam budidaya di karamba jaring apung maka disimpulkan parameter fisika untuk ikan adalah, ombak tidak lebih dari 0,5 m, dengan kedalaman 15- 30 meter, pasang surut sebaiknya 10-30 cm/dtk, suhu 27-29 C dan kecerahan kurang lebih 2 meter.
3.2     PARAMETER KIMIA

  3.2.1 Oksigen Terlarut (DO)

                 Oksigen merupakan faktor pembatas, sehingga bila ketersediaannya dalam air tidak mencukupi kebutuhan ikan budidaya, maka segala aktifitas akan terhambat. Ikan membutuhkan oksigen guna pembakaran bahan bakarnya (makanan) untuk menghasilkan aktifitas, seperti aktifitas berenang, pertumbuhan, dan reprodukasi, oleh karena itu ketersediaan oksigen bagi ikan menentukan lingkaran aktifitas ikan, konversi pakan, demikian juga dengan laju pertumbuhan bergantung pada oksigen, dengan ketentuan faktor kondisi lainnya adalah optimum. Pertumbuhan ikan-ikan laut, kandungan oksigen terlarut dalam air minimal 4 ppm, sedangkan kandungan optimum antara 5-6 ppm (Kordi, 2005).

3.2.2 Derajat Keasaman (pH)

          Derajat keasaman suatu perairan menunjukan tinggi rendahnya konsenterasi ion hidrogen perairan tersebut. Kondisi perairan dengan pH netral sampai sedikit basa sangat ideal untuk kehidupan ikan air laut. Suatu perairan yang memiliki pH rendah dapat mengakibatkan aktivitas pertumbuhan menurun atau ikan menjadi lemah serta lebih mudah terinfeksi penyakit dan biasanya diikuti dengan tingginya tingkat kematian. Ikan air sangat baik pertumbuhannya bila dipelihara pada air laut dengan pH 8,0-8,2 (Akbar dan Sudaryanto, 2002). Ikan kuwe merupakan salah satu jenis ikan air laut yang dapat dipelihara sehingga pH optimum yang cocok untuk ikan kuwe adalah 8,0-8,2.

3.2.3 Salinitas

          Secara fisiologis salinitas air mempengaruhi osmoregulasi di tubuh ikan. Perbedaan salinitas antara air media dengan tubuh ikan akan menimbulkan kondisi yang tidak seimbang (hiperotonis dan hipotinis). Kondisi yang tidak isotonis menyebabkan sebagian besar energi potensial yang tersimpan dalam tubuh ikan digunakan untuk penyesuaian diri terhadap lingkungan yang kurang mendukung tersebut. Energi tersebut seharusnya digunakan untuk pertumbuhan. Perubahan salinitas yang terlalu tajam akan menyebabkan ikan menjadi stres (Muawanah, dkk., 2003).

          Evans menyatakan bahwa penyerapan air oleh ikan laut di air payau berlangsung lebih cepat daripada air laut, sehingga dengan demikian penambahan berat tubuh lebih cepat pada salinitas 20 ppt dan 25 ppt (Makalah Teknik Teknisi Litkayasa,2009). Lokasi yang berdekatan dengan muara tidak dianjurkan untuk pembesaran ikan kuwe. Lokasi ini salinitasnya sangat berfluktuasi karena dipengaruhi masuknya air tawar dari sungai. Fluktuasi salinitas tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan nafsu makan ikan. Lokasi yang berdekatan dengan muara juga sering terjadi stratifikasi perbedaan salinitas yang dapat menghambat masuknya oksigen dari udara ke air. Salinitas yang ideal untuk pembesaran ikan kuwe  adalah 30-33 ppt.


BAB IV
SARANA DAN PRASARANA BUDIDAYA


4.1          Sarana pokok .
Sarana yang digunakan untuk membudidayakan ikan kuwe lebih banyak menggunakan karamba jaring apung seperti yang telah dibudidayakan di BBL Lampung. Sarana pokok yang digunakan pada budidaya dikaramba jaring apung untuk keberhasilan suatu budidaya ikan, khususnya budidaya ikan kuwe meliputi kerangka rakit, pelampung, jangkar, dan kurungan jaring.

4.1.1 Kerangka Rakit
Rakit adalah kerangka yang mengapung di permukaan air dan berfungsi sebagai tempat menggantungkan keramba, dudukan bangunan gudang dan jalan (Kordi, 2005). Pemilihan bahan disesuaikan dengan ketersediaan di lokasi budidaya, namun secara umum dapat menggunakan balok kayu, dolken, bambu, pipa PVC, atau besi yang dilapisi bahan anti karat. Bentuk kerangka rakit sangat bervariasi, namun yang banyak diaplikasikan di Indonesia adalah berbentuk bujur sangkar.
Pengikatan rakit dapat digunakan tali polietilen, ijuk/amit, ataupun kawat. Bambu dan pelampung dipasang sedemikian rupa sehingga tidak mudah rusak. Pengikatan bambu di setiap sudut rakit paling luar harus kuat dan kokoh (Kordi, 2005).
Menurut Rahardjo dkk., (1999) menyatakan bahwa untuk memberikan rasa nyaman bagi petugas, sebuah rakit perlu dilengkapi dengan papan pijakan untuk memperlancar gerakan petugas di dalam pemberian pakan, ganti jaring, atau memperbaiki posisi jaring  serta mengontrol kondisi rakit secara keseluruhan.
4.1.2 Pelampung
Pelampung berfungsi untuk mengapungkan kerangka rakit. Bahan yang dapat digunakan sebagai pelampung adalah drum plastik, drum besi, styrofoam, dan fiberglass (Mayunar dan Genisa, 2002). Bahan pelampung yang mudah berkarat, misalnya drum besi, sebaiknya dilakukan pelapisan dengan cat anti karat atau dibungkus plastik untuk memperkuat proses korosi dan menghindari tumbuhnya fouling (jasad penempel pada bangunan yang terendam air laut, misalnya cacing, kerang teritip, dan lain-lain) (Kordi, 2005).
4.1.3 Jangkar
Jangkar atau tapu berfungsi menahan KJA dari pengaruh arus, air, angin, ombak, dan pasang surut, sehingga KJA tetap di tempatnya yang telah ditetapkan (Kordi, 2000). Satu unit rakit apung paling sedikit digunakan 4 buah jangkar, namun bila terdiri dari beberapa unit rakit, jumlah jangkar yang dibutuhkan bukan kelipatan 4 tetapi dapat diatur sedemikiam rupa (Mayunar dan Genisa, 2002).
Menurut Rahardjo dkk., (1999) pada daerah terlidung satu unit rakit memerlukan 4 buah jangkar, dengan berat berkisar 50-75 kg/buah. Daerah yang lebih terbuka memerlukan jangkar yang beratnya lebih dari 75 kg/buah. Rakit yang digunakan sebanyak  dua unit hanya diperlukan 6 buah jangkar. Pemasangan jangkar perlu dilengkapi dengan tali jangkar yang berdiameter 18-20 mm. Panjang tali jangkar dapat berpatokan pada 2,5 – 3 kali kedalaman perairan. 
 Di perairan yang cukup terlindung (teluk, selat), jangkar yang digunakan berukuran 50 kg/buah sedangkan di perairan berarus kuat ukuran jangkar berkisar antara 150-200 kg/buah dan bahkan lebih. Perairan lumpur berpasir sebaiknya menggunakan jangkar berbentuk kait atau kodok, sedangkan perairan pasir berkarang menggunakan jangkar berbentuk pancang, jarum. Pengikat jangkar yang digunakan adalah tali plastik (polyetylene) berdiameter 3-5 cm, sedangkan panjangnya 3 kali kedalaman air (Mayunar dan Genisa, 2002).
4.1.4 Kurungan Jaring
 Menurut Mayunar dan Genisa (2000), Kurungan jaring disebut kurung-kurung yang merupakan wadah atau tempat pemeliharaan ikan yang terbuat dari polyetylene (PE), polypropylene (PP), dan polyester (PES). Ukuran mata jaring yang digunakan harus sesuai dengan ukuran ikan, biasanya berkisar antara 0,5 – 3,0 cm.  Kurung-kurungan agar  tetap simetris, setiap sudutnya perlu dipasang pemberat. Pemberat yang digunakan biasanya terbuat dari timah atau semen dengan kisaran berat 2,5 kg/buah. Jaring pemeliharaan dilengkapi dengan yang disebut cover (Rahardjo dkk., 1999)
4.2  Sarana operasional
Menurut Sutarmat, dkk., (2004), selain rakit terdapat beberapa perlengkapan yang harus disiapkan untuk memudahkan proses kegiatan budidaya. Berikut beberapa perlengkapan penting yang diperlukan :
1.      Perahu, yang digunakan untuk mengangkut ikan/benih, pakan, jaring, hasil panen dan sebagainya.
2.      Freezer dan kulkas digunakan untuk menyimpan pakan, obat-obatan, bahan aditif seperti vitamin.
3.      Generator, digunakan sebagai sumber tenaga listrik untuk keperluan penerangan, aerator, dan lain-lain.
4.      Aerator, diperlukan selama treatmen ikan dengan perendaman air tawar atau obat-obatan untuk menanggulangi penyakit.
5.      Paranet penutup jaring, digunakan untuk mengurangi sinar matahari masuk kedalam jaring. Hal ini diperlukan karena jika ikan kuwe banyak terkena sinar matahari langsung bisa menimbulkan stres.
6.      Peralatan yang lain, beberapa perlengkapan yang diperlukan dalam kegiatan sehari-hari diantaranya serok dengan berbagai ukuran, timbangan untuk menimbang ikan, sprayer untuk mencampur obat dan vitamin dengan pakan, tangki untuk perendaman ikan, sikat untuk mencuci jaring, ember, dan lain-lain.
4.3  Prasarana
Usaha pemeliharaan ikan Kuwe di KJA lebih mempunyai nilai ekonomis jika didukung dengan prasarana seperti : jalan, pasar, listrik, air tawar dan telepon. Prasarana jalan akan memperlancar pengiriman hasil panen ke pasar ataupun untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari pekerja, baik yang sifatnya konsumtif ataupun peralatan-peralatan kerja untuk budidaya.
BAB V
  TEKNIK BUDIDAYA


5.1     Pemilihan Benih
Benih yang digunakan untuk pembesaran bisa berasal dari tangkapan dari alam maupun pembenihan. Umumnya tangkapan benih dari alam sangat terbatas, ukurannya tidak seragam serta sering sudah terserang penyakit akibat luka pada saat penangkapan dan pengangkutan. Benih yang digunakan lebih baik berasal dari hasil pembenihan (Sunaryat, dkk., 2001).
       Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan benih adalah tidak adanya cacat tubuh pada ikan karena pada saat pemeliharaan biasanya ikan yang cacat kondisinya lemah dan mudah terserang penyakit, kemudian akan berkembang secara intensif dan kemudian penyakit akan menular pada ikan yang sehat. Benih yang cacat akan mempengaruhi pada pertumbuhannya yaitu menjadi lambat. Beberapa hal terpenting dalam pemilihan benih adalah : tidak sakit atau membawa penyakit khususnya virus, bentuk badan normal, tidak mengkonsumsi pakan hidup, pakan benih selalu dalam keadaan baik dengan kandungan nutrisi bagus (Sutarmat, dkk., 2004). Hal ini juga menjadi patokan setiap pemilihan benih ikan untuk dibudidayakan misalnya pada ikan benih ikan kuwe.

5.2     Padat Penebaran Benih
  Penebaran ikan sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari. Benih dimasukkan ke dalam karamba secara perlahan-lahan. Sebelum penebaran, kondisi kualitas air harus diperhatikan. Apabila kualitas air pengangkutan berbeda dengan kualitas air lokasi budidaya, perlu dilakukan adaptasi secara perlahan-lahan, terutama terhadap salinitas dan suhu.

Benih berukuran 20-25 g dapat ditebar dengan kepadatan sekitar 150 ekor/m3 untuk pemeliharaan selama 3 bulan. Apabila ikan telah mencapai bobot >250 g/ekor, padat penebaran harus dikurangi sampai 100 ekor/m3 (www.google.com)

5.3     Pakan
Ikan kuwe adalah ikan pelagis yang termasuk ikan aktif dan perenang cepat karena itu memerlukan pakan dengan kandungan protein yang tinggi seperti menurut Giri dkk. (1999) kebutuhan protein ikan kuwe adalah 54,2%. Protein merupakan salah satu nutrien yang diperlukan oleh ikan untuk pertumbuhan. Penggunaan protein untuk pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ukuran, umur, kualitas protein, kandungan energi pakan, keseimbangan gizi, dan tingkat pemberian pakan (Fumichi, 1988; NRC, 1983). Menurut Lowell (1980) dan Boonyararatpalin (1999), kebutuhan energi untuk hidup pokok harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum energi pakan dipakai untuk pertumbuhan (Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2009).
Beberapa jenis pakan alami dan buatan diaplikasikan untuk meningkatkan sintasan larva ikan. Salah satu jenis pakan alami terpopuler dan cocok untuk larva ikan adalah rotifer. Dikatakan Lubzens dkk. (1989) bahwa rotifer ini memiliki banyak keunggulan dan dapat dengan mudah dikultur secara massal. Delapan tahun sebelumnya Watanabe (1983) dalam Jurnal yang sama menemukan kandungan protein rotifer sebesar 40%-60% protein dan lemaknya sebesar 13%-16%. Namun demikian, menurut beberapa ahli, nutrisi rotifer ini masih perlu ditingkatkan, terutama kandungan asam lemak eikosapentaenoat (EPA), dan dekosaheksanoat (DHA)-nya. Beberapa peneliti kemudian mendapatkan hasil penelitian pengkayaan nutrisi rotifer dengan menggunakan aneka bahan pengkaya rotifer, Yunus dkk (1996) menyatakan bahwa bahan pengkaya yang baik dalam pemeliharaan larva ikan kuwe adalah 10 g minyak kod ditambah 20 g kuning telur ayam, 5 g ragi roti dalam 100 L air laut dengan kepadatan rotifer 500 ind/mL dan pengkayaan dilakukan selama 2 jam.

5.3.1  Jenis dan Mutu  pakan
Aslianti & Prijono (2004), menyatakan bahwa nilai protein, lemak, dan kadar abu rotifer yang diperkaya dengan pengkaya komersial selama 2 jam meningkat menjadi masing-masing sebesar 59,34%, 12,92%, dan 17,3% dibandingkan sebelum diperkaya dimana kandungan protein 40-60% dan lemak 13-16%. Kualitas larva yang dihasilkan juga lebih baik dan sehat serta mempunyai keragaman yang tinggi yaitu menghasilkan 53,33% ukuran sedang (M), 31,00% ukuran besar (L), dan ukuran kecil (S). dengan tersedianya pakan yang baik, larva ikan kuwe akan memberikan respon yang tinggi terhadap pakan yang diberikan. Setiaharma dkk (1999;2002) frekuensi pemberian pakan pada larva ikan delam waktu 24 jam sebanyak 5 kali (pukul 09.00, 11.00, 13.00, 15.00, dan 17.00) dan menghasilkan pertumbuhan benih ikan yang normal dengan sintasan 7,49%.
Larva yang baru menetas, tanpa perlakuan disinfeksi pada telur, dipelihara dalam bak beton bervolume 6 m3 dan berisi 4.000 liter air laut dengan sistem sirkulasi. Pergantian air dimulai setelah larva berumur lima hari. Pada awal penebaran (D0), larva diberi pakan berupa Nannochloropsis. Setelah berumur dua hari, larva diberi pakan rotifer hingga akhir pengamatan. Pengambilan sampel larva dan sampel air pemeliharaan dilakukan sebelum pemberian pakan atau pergantian air agar diperoleh kondisi yang seragam. Larva ikan kuwe mulai aktif makan 35,5–47,5 jam setelah menetas atau saat larva berumur dua hari (D2). Pada masa tersebut terjadi pergantian pemanfaatan sumber energi dari sumber eksogen. Masa pergantian ini merupakan periode kritis bagi larva sebab peluang terjadinya kematian sangat tinggi (Setiadharma & Asmanik, 2006).
Dalam pemeliharaan larva ikan kuwe, pakan alami yang diberikan adalah plankton jenis Nannochloropsis, Rotifera, nauplii artemia dan mysid serta pakan buatan. Pemberian naiuplii artemia dilakukan pada umur 8 hari sampai 20 hari, kemudian sebagai pakan tambahan pada umur 15 hari sampai 40 hari (http://dudulwardani.blogspot.com/2010/08/teknologi-pembenihan-ikan golden. html). Pemberian pakan awal yang tepat pada stadia awal pemeliharaan larva sangat berpengaruh terhadap sintasan dan kesiapan larva dalam stadia selanjutnya. Pemberian pakan awal dimulai saat larva berumur D2 – D10, selanjutnya diberikan nauplii artemia dan pakan buatan hingga mencapai fase yuwana (D30)( Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010).
Gambar 15. Perkembangan Larva Ikan Kuwe
Pada pendederan ikan kuwe (Gnathanodon speciosus Forsskal) pemberian jenis pakan pelet, ikan rucah, rebon tidak mempengaruhi sintasan dan pertumbuhan. Pendederan ikan kuwe (Gnathanodon speciosus Forsskal) sebaiknya menggunakan pakan buatan yaitu pelet karena kualitas pakan dapat ditentukan, sudah mengandung vitamin, mineral yang lengkap dalam ransum pakan, dan tahan lama, serta tidak tergantung dari musim atau alam.( Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2009)

5.3.2  Pemberian Pakan
Ikan kuwe bersifat karnivora. Ikan ini di alam memakan ikan dan krustasea kecil. Oleh karena itu, hingga saat ini pakan yang terbaik untuk budidaya ikan kuwe masih berupa ikan rucah yang dipotong-potong sesuai dengan ukuran bukaan mulutnya.
Pakan diberikan sekitar 8-6% bobot badan per hari pada pagi dan sore hari. Perubahan jumlah pemberian pakan dilakukan setiap bulan setelah dilakukan pengukuran pertumbuhan. Adapun penggunaan pelet komersial juga bisa dilakukan. Pelet yang diberikan berupa pelet tenggelam dengan frekuensi pemberian pelet dua kali sehari dengan jumlah pemberian hingga kenyang.
BAB VI

PENGENDALIAN  HAMA DAN PENYAKIT

6.1 Hama
          Menurut Kordi (2004), hama adalah organisme yang dapat menimbulkan gangguan pada ikan budidaya secara langsung maupun tidak langsung. Hama dapat berupa predator, penyaing, perusak budidaya, dan pencuri. Hama pemangsa adalah organisme yang memangsa ikan budidaya, seperti ikan buas, ular, burung, katak, belut, dan berang-berang. Sedangkan hama penyaing adalah hewan yang masuk ke dalam wadah budidaya dan bersifat menyaingi kehidupan budidaya tersebut. Penyaingan tersebut apat berupa pakan, apabila hama tersebut memakan jenis pakan yang sama dimakan dengan ikan yang dibudidayakan. Hama perusak sarana adalah organisme yang dapat menimbulkan kerusakan sarana budidaya, seperti kepiting, ikan-ikan buas yang dapat merobek keramba jaring apung di laut.
          Adapun beberapa cara penanggulangan hama di keramba jarring apung adalah sebagai berikut :
6.1.1           Penanggulangan ikan buas
                      Ikan-ikan berukuran besar dan buas, seperti ikan hiu dapat menyerang ikan-ikan budidaya pada keramba jarring apung di laut. Ikan-ikan buas dapat merobek jaring keramba, sehingga ia dapat memangsa ikan peliharaan, dan ikan-ikan peliharaan pun dapat lolos melalui bagian jarring yang robek. Penanggulangan hama ikan buas ini dengan merangkap jarring keramba, juga selalu melakukan control terhadap ikan peliharaan.

6.1.2      Penanggulangan siput dan alga
                      Mata jaring keramba yang kecil akan memudahkan jaring keramba cepat kotor ditempeli organisme pengganggu, seperti beberapa jenis alga, teritip, dan kerang-kerangan. Menempelnya organisme tersebut akan menghambat pertukaran air. Untuk menanggulanginya, keramba harus diganti. Keramba yang kotor dicuci dan dikeringkan yang nantinya untuk mengganti keramba yang kotor. Biasanya untuk keramba berukuran mata jaring kecil (1 inci) membutuhkan waktu ganti jaring 2 minggu, sedangkan untuk mata jaring bermata 2 inci membutuhkan waktu ganti 3-4 minggu.

6.1.3      Penanggulangan burung dan mamalia
                      Serangan hama burung dan mamalia pemakan ikan dapat dihentikan dengan cara memasang perangkap untuk menangkapnya. Perangkap ini hendaknya diikat dengan kuat ke pohon atau diikat ke patok yang ditanam cukup dalam dan kuat, agar tidak dibawa lari oleh burung atau mamalia. Untuk penanggulangan burung di KJA dilakukan dengan cara membuat tutup  pada keramba dengan menggunakan jaring.
6.2 Penyakit
Di lingkungan alam ikan air laut khususnya ikan yang dipelihara di KJA dapat diserang berbagai macam penyakit. Penyakit tersebut dapat menyerang dalam jumlah yang lebih besar dan dapat menyebabkan kematian. Pencegahan penyakit dan penanggulangan merupakan aspek budidaya yang penting.
Budidaya ikan kuwe dalam keramba jaring apung bila tidak dikelola dengan baik, dapat mengakibatkan kerugian. Pemilihan lokasi yang tidak tepat, kepadatan yang terlalu tinggi, mutu pakan dan benih yang rendah  serta jaring yang dibiarkan kotor dapat menyebabkan serangan penyakit pada ikan budidaya. Ikan kuwe yang tidak sehat cenderung berbaring/bersembunyi di dasar keramba atau dibawah  naungan namun mampu bergerak cepat memangsa ikan.
Penyakit yang menyerang budidaya pembesaran ikan kuwe di KJA antara lain:
6.2.1 Penyakit Parasitik
6.2.1.1 Kutu kulit
Selama pemeliharaan ikan sering ditemukan parasit eksternal yang umum pada ikan budi daya laut, yaitu kutu kulit. Ada dua jenis kutu kulit yang ditemukan, yaitu Neobenedenia dan Benedenia. Jenis yang disebut pertama bersifat lebih patogen dibandingkan jenis kedua.
Neobenedenia tidak hanya menyerang permukaan tubuh, tetapi juga mata yang dapat menyebabkan kebutaan dengan infeksi sekunder oleh bakteri. Upaya pencegahan dan pengobatan penyakit tersebut adalah sebagai berikut:
Ø  pemberian pakan harus cukup memadai dan tidak berlebihan.
Ø  Kepadatan tebar tidak terlalu tinggi.
Ø  Perendaman dengan air tawar selama 5—10 menit, tiga hari berturut-turut.
Ø  Perendaman dengan hydrogen peroxida 150 ppm selama 30 menit  dilakukan sebanyak 2-3 kali dengan interval waktu 7 hari.

6.2.2 Penyakit Bakterial
            Menurut Sunyoto (1994) menyatakan ada 2 jenis golongan bakteri yang sering menyebabkan penyakit pada ikan laut, yaitu bakteri perusak sirip dan Bakteri Vibrio sp.
6.2.2.1 Bakteri Perusak Sirip (Bacterial fin rot)
            Sirip-sirip ikan yang mengalami kerusakan biasanya terutama pada ujung-ujungnya. Pada bagian sirip ekor rusak sehingga hanya tersisa bagian penducle (dekat pangkal ekor).  Penanggulangan bakteri ini adalah dengan menggunakan antibiotik nitrofurazone 15 ppm selama paling sedikit 4 jam (Sunyoto, 1994).
Menurut Diani (1995), menyatakan bahwa penyakit ini sering ditemukan karena akibat pengangkutan, penanganan yang kurang baik dan luka-luka atau gigitan dari ikan lain, namun penyakit ini tidak fatal bagi ikan.

6.2.2.2 Bakteri Vibrio sp.
            Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Vibriosis sp.  Bakteri ini biasanya bertindak sebagai pathogen sekunder yang timbul akibat infeksi primer protozoa. Gejala yang ditimbulkan adalah nafsu makan berkurang, lesu, terdapat pembusukan pada sirip, mata menonjol, terjadi penggumpalan cairan pada perut, serta terdapat radang berwarna merah pada bagian anus.  Pengobatan dapat dilakukan dengan cara merendam ikan pada larutan prefuran 1 ppm selama 1 hari. Selain itu pengobatan bisa dilakukan dengan pakan yang sudah dicampur dengan oksitetrasiklin 2 - 3 g/kg pakan.  Pengobatan dengan pakan dapat dilakukan selama 1 minggu berturut-turut (Akbar dan Sudaryanto, 2002 ).
BAB VII

 PANEN


7.1 Panen
Teknik pemanenan ikan pada unit karamba jaring apung relatif mudah dilakukan. Pemanenan dapat dilakukan secara total dan sebagian sesuai dengan permintaan pasar, terutama pada saat harga jual tinggi (Puja et al., 2001). Setelah pemeliharaan selama 5-6 bulan, ikan kuwe dapat dipanen dengan ukuran konsumsi (300-400 g). Dengan kelangsungan hidup 70-95%, dapat dihasilkan ikan rata-rata 28 kg/m3. Pemanenan ikan dalam KJA sangat mudah dilakukan. Sistem pemanenan dapat dilakukan secara total atau selektif tergantung kebutuhan.
Ada 2 metode panen yang dapat dilakukan menurut Dewi dan Putro (1999), yaitu ;
7.1.1 Metode Panen Selektif
 Metoda panen selektif adalah metode memanen ikan-ikan yang sudah mencapai ukuran yang diinginkan sesuai dengan permintaan pasar, sedangkan ikan-ikan yang ukurannya lebih kecil dapat terus dipelihara di tempat semula. Panen selektif sering pula dilakukan untuk memenuhi permintaan dalam skala kecil.
7.1.2 Metode Panen Total
Metoda ini digunakan apabila permintaan konsumen cukup tinggi dan ikan yang dipelihara sudah memenuhi syarat untuk dijual, baik dari segi ukuran maupun jumlahnya. Metoda ini pada prinsipnya dilakukan dengan cara memanen  semua ikan yang dipelihara, cara ini mudah  dilakukan karena tidak perlu melakukan seleksi ukuran pada saat panen.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, S. dan Sudaryanto. 2002. Pembenihan dan Pembesaran Kerapu Bebek. Penebar Swadaya. Jakarta
Allen, Gerry. 2000. Marine Fishes of South-East Asia.Periplus Editions. Hongkong
-----------2007. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur vol. 6 no. 1. Jakarta.
-----------2008. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur vol. 7 no. 2. Jakarta.
Dewi, Julianasari dan Dwi Handoko Putro.1999. Budidaya Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer, Bloch) di Keramba Jaring Apung. Balai Budidaya Laut Lampung
Diani, Susanti, Sri Rejeki dan Ateng Supriatna. 1995. Prosiding Temu Usaha Pemasyarakat Teknologi Keramba Jaring Apung Bagi Budidaya Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Imanto T., N. Listyanto, dan B. Priono. 1995. Desain dan Konstruksi Karamba Jaring Apung untuk Budidaya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
------------1996. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia Vol.II no. 3. Jakarta.
Kordi M.G.H. 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakitnya. Rineka Cipta. Jakarta.
Kordi M.G.H . 2005. Budidaya Ikan Laut di Karamba Jaring Apung. Rineka Cipta. Jakarta.
Kordi M.G.H.,Tamsil A. 2010. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis secara Buatan. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Kuncoro E. B., Wihartono F.E Adi. 2009. Ensiklopedi Populer Ikan Air Laut. Penerbit Andi. Yogyakarta.
-----------2009. Kumpulan Makalah Pertemuan Teknis Teknisi Litkayasa. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta.
Mayumar dan Genisa.2002. Budidaya Ikan Kakap Putih. Grasindo. Jakarta
Muawanah., Nira, S. dan Atri, T.K. 2003. Penanganan Penyakit Ikan Budidaya Laut. Balai Budidaya Laut Lampung. Ditjenkan. Hal 35 – 41
Poernomo A,. Mardlijah,S., Linting M.L., Amin E.M,. Widjopriono. 2006. Ikan Hias Laut Indonesia. Penebar Swadaya. Jakarta.
-----------2009. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta.
-----------2010. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta.
Puja, Y., Evalawati dan Syamsul, A. 2001.Pembesaran Kerapu macan dan Kerapu Tikus di Karamba Jaring Apung. Balai Budidaya Laut Lampung.
Rahardjo, Budi, Bambang, P. Hartono dan Nico Runtuboy. 1999. Sarana dan Prasarana Budidaya Ikan Kakap Putih di Keramba Jaring Apung. Budidaya Kakap Putih (Lates calcalifer, Bloch) di Keramba Jaring Apung. Balai Budidaya Laut Lampung. Hal 14-19
Sunyoto, P. 1994. Pembesaran Kerapu Dengan Karamba Jaring Apung. Penebar Swadaya. Jakarta

Sutarmat, T., Suko Ismi, Adi Hanafi, dan Shogo Khawara. 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Kerapu Bebek (Cromileptes Altivelis) di Keramba Jaring Apung. Cetakan ke II. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol


http://www.ziddu.com/download/3982294/budidaya_ikan_kakap_putih.pdf.html







»» READMORE...